Saturday, May 21, 2011

Warning!! Hati-hati Dalam Menentukan Target

Setahun yang lalu, ketika saya memasuki Universitas Tarumanagara dan mengikuti acara penerimaan mahasiswa baru sebagai angkatan 2009, ada salah satu acara dimana 3 mahasiswa berprestasi dengan IPK tertinggi dari angkatan pendahulu saya, 2008, dipanggil untuk naik ke panggung dan diberi penghargaan. Saya diam-diam bertekad dalam hati dan membuat target bahwa tahun depan sayalah yang akan berdiri di panggung tersebut pada acara penerimaan mahasiswa baru 2010. Target tersebut terus memotivasi saya untuk berjuang dengan gigih hingga akhirnya..



Saya berhasil mendapatkannya! Tentunya saya senang sekali karena impian saya menjadi kenyataan. Namun sayangnya.. Ada yang salah dengan target tersebut. Penghargaan hanya diberikan sekali, namun saya mengacu pada penghargaan tersebut untuk berjuang. Akibatnya, pada semester berikutnya..

IPK saya turun drastis! Namun saat itu saya hanya bertanya dalam hati “Mengapa seperti ini? Apa yang terjadi?”. Saya terus mencari-cari jawaban dan belum juga menemukan bahwa ada yang salah dengan target yang saya buat. Saya sama sekali tidak menyadari bahwa sebenarnya saat itu, ketika pikiran saya secara samar-samar mulai berbisik: “Kau sudah mendapatkannya, apa lagi yang kau kejar?”, seharusnya saya langsung meng-update target tersebut.

Karena ketidaktahuan saya akan hal tersebut, saya pun mengulangi tindakan serupa yang mengakibatkan kejadian yang serupa pula. Di tahun yang sama, ketika saya bergabung dengan Robotics Untar, saya pun bertekad untuk mengukir suatu prestasi sebagai bentuk partisipasi nyata. Akhirnya, bersama tim “Robotics Untar 1” yang terdiri dari 3 orang, saya berhasil meraih Juara Harapan III pada Kompetisi Roket Indonesia 2010 tingkat nasional.




Namun, pertanyaan dari pikiran saya kembali mengusik, “Kau sudah mencapainya, lalu apa tujuanmu sekarang untuk melanjutkan partisipasi di Robotics Untar?” Saya lagi-lagi mengabaikannya dan tidak meng-update target saya. Akhirnya, tepat satu minggu yang lalu, saya berangkat mengikuti lomba Kontes Robot Cerdas Indonesia tanpa motivasi yang jelas. Satu-satunya alasan saya mengikuti lomba tersebut hanyalah sebagai pertanggungjawaban saya sebagai koordinator divisi. Tadinya saya berpikir motivasi tidak akan mempengaruhi hasil dalam lomba robot, “toh robotnya ini yang bertanding, kan gak mungkin kalo orangnya gak semangat, robotnya ikut gak semangat”, pikir saya.

Namun anehnya, dalam setiap sesi pertandingan, selalu saja ada masalah dengan robot divisi saya meskipun sebelumnya baru saja dites dan tidak ada masalah apa-apa. Dari kejadian tersebut saya baru dapat menerima bahwa istilah “Mestakung” atau Alam Semesta Mendukung dari Prof. Yohanes Surya ternyata ada benarnya juga. Jika kita membuat tekad yang kuat di dalam hati, alam sekitar kita seolah-olah akan mendukung tercapainya tujuan yang kita targetkan.

Setelah mengalami dua kejadian tersebut, kini saya baru dapat menarik benang merahnya, bahwa suatu target yang sudah tercapai harus segera diperbaharui jika tidak ingin terombang-ambing tanpa tujuan. Hal ini benar-benar menjadi pembelajaran baru bagi saya dan saya sangat senang dapat memahaminya sekarang. Saya juga sangat berharap kepada semua orang yang telah membaca tulisan ini untuk dapat turut belajar dari pengalaman saya ini agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Akhir kata, izinkan saya untuk merangkumnya ke dalam 3 paragraf singkat:
“Jika ingin melakukan sesuatu dengan setengah hati, ada dua pilihan paling bijak, mengisi setengah hati yang kosong terlebih dahulu, atau menghentikan pekerjaan tersebut secepatnya, karena jika dilanjutkan dengan setengah hati, hasilnya tetap saja nihil, bahkan harus membayar kerugian sebesar setengah hati.

Seorang politikus yang bercita-cita untuk menjadi kepala negara akan membuat negaranya hancur. Sebaliknya seorang politikus yang bercita-cita untuk membuat rakyatnya sejahtera selama masa pemerintahannya sebagai kepala negara adalah seorang politikus yang sukses.

Pasangan kekasih yang membuat janji dan komitmen untuk menikah akan membuat rumah tangganya berantakan. Sebaliknya mereka yang membuat janji untuk setia seumur hidup dan memandang pernikahan sebagai awal perjalanan mereka, bukan suatu tujuan akhir, adalah pasangan yang sangat bahagia.”

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.

Jakarta, 21 Mei 2011
Christopher Henry Priyono

No comments:

Post a Comment

Feel free to comment :)